Selasa, 10 Juli 2012

Resensi Novel

Resensi Novel


Resensi  Novel
       Resensi buku adalah kupasan atau pembahasan tentang buku yang biasanya disiarkan
melalui media massa, seperti surat kabar dan majalah.  Tujuan resensi adalah memberi informasi kepada masyarakat akan kehadiran suatu buku. Pembuat resensi disebut resensator. Sebelum membuat resensi, resensator harus membaca buku itu terlebih dahulu. Sebaiknya, resensator memiliki pengetahuan yang memadai, terutama yang berhubungan dengan isi buku yang akan diresensi.
Unsur-unsur resensi
     1.       Judul resensi
     2.       Identitas buku
     3.       Kepengarangan
     4.       Sinopsis
     5.       Keunggulan dan kelemahan buku
     6.       Gaya bahasa
     7.       Simpulan
Judul resensi bukan judul buku. Judul resensi adalah judul karangan dari penulis resensi berdasarkan sesuatu yang menurutnya menarik dan bermakna sesuai isi resensinya.
Identitas buku meliputi:
-          Judul buku
-          Pengarang
-          Penerbit
-          Tahun terbit
-          Jumlah halaman
-          Harga
Kepengarangan yaitu isi resensi berkenaan dengan diri pengarang buku, antara lain riwayatnya dalam dunia mengarang/tulis-menulis, karya-karyanya, keterkaitan karya yang diresensi dengan karya lainnya.
Sinopsis adalah kilasan isi buku.
Keunggulan dan kelemahan buku berkenaan dengan apa kelebihan dan kekurangan buku yang bersangkutan. Kelebihan dan kekurangan ini seperti menarik/tidaknya cerita, kedalaman makna, pilihan kata, keterkaitan dengan fakta kehidupan nyata, dll. Termasuk dalam kelebihan dan kekurangan ini adalah kondisi fisik buku, seperti gambar kulit depan menarik/tidak, kertasnya berkualitas tinggi/rendah, dll.
Gaya bahasa adalah cara bercerita penulis, seperti pilihan kata, bahasa mudah dimengerti, banyak memakai bahasa sehari-hari/populer, dsb.  Gaya bahasa ini kadang dimasukkan ke dalam kelebihan dan kekurangan karya.
Simpulan berisi pernyataan penulis resensi tentang bagus tidaknya buku dan pihak-pihak yang tepat sebagai pembaca buku tersebut. Contoh kalimat simpulan resensi : Buku ini sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang sedang menekuni bidang bahasa.
Contoh resensi
Bocah-Bocah Penantang Badai



 

Judul buku                     :  Laskar Pelangi
Pengarang                     :  Andrea Hirata
Penerbit                        :  Bentang, Jakarta
Tahun terbit                   :  2007
Tebal                             :  563 halaman
Harga                            :  Rp60.000,00
Dalam jagad kepengarangan nama Andrea Hirata tidak dikenal. Ia pun bukan seorang yang membiarkan dirinya menjadi seorang penulis. Ia lebih menekuni suatu keterampilan guna mewujudkannya dalam suatu jenis pekerjaan tertentu. Jelas belum ada maksudnya untuk menjadi seorang yang mentransfer ilmu lewat goresan pena. Namun, gebrakan pertamanya di dunia penulisan langsung menggetarkan, pun pada para penulis yang telah punya nama besar. Buku pertama Andrea langsung meledak. Buku ini dicetak berkali-kali dalam dalam hitungan bulan. Suatu prestasi bersejarah yang cukup sulit dicari tandingannya.
Laskar pelangi bercerita tentang para bocah yang saling mempunyai perbedaan. Satu hal yang sama pada mereka yaitu mereka sama-sama punya Buk Muslimah, seorang guru yang punya gudang cinta yang padat sesak. Cinta Bu Muslimah menjadi semangat yang bergelora bagi mereka dalam menjalani hari-hari belajar. Waktu berjalan terasa sangat cepat saat bersama Bu Muslimah. Semua kesulitan terasa mudah saat mereka berkumpul bersama. Para bocah itu melalui hari-hari yang penuh kenangan. Yang manis terasa sangat manis, yang pahit terasa manis. Episode sekolah dasar ini telah menumbuhkan sebuah pohon cita-cita yang besar berurat berakar dalam jiwa mereka. Kelak mereka akan menantang badai seganas apa pun demi mencapai cita-cita tersebut.
Semua pembaca dalam kelas umur apa pun pasti termotivasi setelah membaca Laskar Pelangi. Semua hal sederhana dalam Laskar Pelangi, kecuali impian. Anak-anak sederhana dalam segala keadaan mereka, ternyata punya impian yang sangat luar biasa. Dan terbukti, orang menjadi seperti apa yang ia impikan.
Bahasa enak dibaca, renyah, dan lucu. Artinya pembaca sering tergelitik untuk tersenyum atau tertawa ketika membaca buku ini. Yang mengherankan adalah kok penulis begitu bersemangat memakai bahasa Latin untuk nama-nama tertentu. Adakah niat untuk memadukan keterbelakangan latar cerita Laskar Pelangi dengan kesan keilmiahan dari istilah-istilah bahasa Latin itu? Ya, supaya jangan terlihat terlalu di pedalaman.
Hal yang paling patut diberi masukan adalah kertas buku ini yang kertas buram. Padahal, harganya cukup lumayan. Lagipula, pada beberapa cetakan ada halaman-halaman yang kosong. Cetakan terkesan tidak rapi, tidak profesional, dan buru-buru.
Semua orang layak membaca buku ini. Buku ini memberi pencerahan, memberi semangat baru, dan memberi hiburan. Buku ini harus menjadi koleksi para pecinta buku berkualitas.
                                                                                                                   Penulis: Abu Syifa
***
Latihan
1.           Bukan hanya hiburan yang didapat, iman pun bisa bertambah. Ayat-Ayat Cinta benar-benar membuat genre baru dalam dunia sastra Indonesia. Kalau boleh diberi nama, genre ini akan bernama Sastra Islami. Kita larut dalam jalinan kisahnya, sambil mengevalusi atas diri kita sendiri. Ketekunan Fachri dalam belajar dan beribadah bisa membuat malu orang-orang yang masih larut dalam kelalaian mempersiapkan diri untuk  kehidupan akhirat. ….
Kalimat yang menyatakan keunggulan yang tepat untuk melengkapi penggalan resensi di atas adalah ….
A.      Novel Ayat-Ayat cinta memberi arahan kepada pembaca dalam berbagai cabang ilmu agama.
B.      Sehabis membaca Ayat-Ayat Cinta, ada timbul semangat untuk menjadi lebih dekat kepada Sang Pencipta.
C.      Tokoh cerita yang didominasi orang Timur Tengah membuat cerita ini menjadi asing bagi banyak pembaca.
D.      Pembaca harus memiliki pengetahuan keagamaan yang memadai agar bisa memahami novel ini.
E.       Tokoh cerita yang digambarkan alim dan luar biasa membuat pembaca berkecil hati dan merasa awam.
2.            Tak ada perbuatan asusila dalam novel Di Bawah Lindungan Kakbah karya Buya Hamka. Yang ada adalah contoh-contoh perilaku akhlak mulia yang bisa jadi contoh bagi pembacanya. Gaya bahasanya pun masih memikat bagi sebagian orang. Harus pula diakui gaya bahasanya memang telah ketinggalan zaman bagi sebagian orang terutama anak-anak zaman sekarang.
Unsur resensi yang terdapat dalam penggalan resensi di atas adalah ….
A.      keunggulan
B.      kelemahan
C.      keunggulan dan kelemahan
D.      kepengarangan
E.       simpulan

Pemahaman terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan Jeda

Pemahaman terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan Jeda


Pemahaman terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan Jeda
Unsur bahasa yang terkecil berupa lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dikenal dengan artikulasi. Dalam
bentuk tertulisnya disebut huruf. Lambang-lambang ujaran ini di dalam
bahasa Indonesia terbagi dua, yaitu vokal dan konsonan. Cara mengucapkan
lambang-lambang bunyi ini disebut dengan lafal. Jadi lafal adalah cara
seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam mengucapkan lambanglambang
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya.
Fonem vokal di dalam bahasa Indonesia secara umum dilafalkan
menjadi delapan bunyi ujaran walaupun penulisannya hanya lima ( a, i , u,
e, o ). Misalnya,
fonem / a / dilafalkan [ a ]
fonem / i / dilafalkan [ i ]
fonem / u / dilafalkan [u ]
fonem / e / dilafalkan tiga bunyi yaitu: [ e ] , [ ə ] atau e lemah, dan [ε]
atau e lebar.
Contoh pemakaian katanya;
lafal [ e ] pada kata < sate >
lafal [ə ] pada kata < pəsan >
lafal [ε ] pada kata < n ε n ε k >
fonem / o / terdiri atas lafal [ o ] biasa dan lafal [ ] atau o bundar.
Contoh pemakaian katanya:
lafal [ o ] pada kata [ orang ]
lafal [ ] pada kata [ p h n ], saat mengucapkannya bibir lebih maju
dan bundar.
Variasi lafal fonerm / e / dan / o / ini memang tak begitu dirasakan,
cenderung tersamar karena pengucapannya tidak mengubah arti kecuali
pada kata-kata tertentu yang termasuk jenis homonim.
Tidak ada pedoman khusus yang mengatur ucapan atau lafal ini seperti
bagaimana diaturnya sistem tata tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis
bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Lafal sering dipengaruhi oleh
bahasa daerah mengingat pemakai bahasa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Bahasa
daerah ini merupakan bahasa Ibu yang sulit untuk dihilangkan sehingga
saat menggunakan bahasa Indonesia sering dalam pengucapan diwarnai
oleh unsur bahasa daerahnya. Contoh: kata <apa> diucapkan oleh orang
Betawi menjadi <ape>, <p h n> diucapkan <pu’un>. Pada bahasa Tapanuli
(Batak), pengucapan e umumnya menjadi ε, seperti kata <benar> menjadi
<bεnar>, atau pada bahasa daerah Bali dan Aceh pengucapan huruf t dan d
terasa kental sekali, misalnya ucapan kata teman seperti terdengar deman,
di Jawa khusunya daerah Jawa Tengah pengucapan huruf b sering diiringi
dengan bunyi /m / misalnya, <Bali> menjadi [mBali], <besok> menjadi
{mbesok] dan sebagainya.
Selain itu pelafalan kata juga dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang
tidak baku. Perhatikan contoh di bawah ini.
telur -------- telor
kursi -------- korsi
lubang -------- lobang
kantung -------- kant ng
senin -------- sənεn
rabu -------- reb
kamis -------- kemis
kerbau -------- kebo, dan lain sebagainya.
Menurut EYD, huruf vokal dan konsonan didaftarkan dalam urutan
abjad, dari a sampai z dengan lafal atau pengucapannya. Secara umum
setiap pelajar dapat melafalkan abjad dengan benar, namun ada pelafalan
beberapa huruf yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena sering
dipengaruhi oleh lafal bahasa asing atau bahasa Inggris.
Contoh:
-- huruf c dilafalkan ce bukan se,
-- huruf g dilafalkan ge bukan ji
-- huruf q dilafalkan ki bukan kyu
-- huruf v dilafalkan fe bukan fi
-- huruf x dilafalkan eks bukan ek
-- huruf y dilafalkan ye bukan ey
Jadi : Pengucapan MTQ adalah [em te ki] bukan [em te kyu]
Pengucapan TV adalah [te fe] bukan [ti fi]
Pengucapan exit adalah [eksit] bukan [ekit]
Dalam bahasa Indonesia ada gabungan vokal yang diikuti oleh bunyi
konsonan w atau y yang disebut dengan diftong.
Contoh:
1. Gabungan vokal /ai/ menimbulkan bunyi konsonan luncuran [ay]
pada kata:
- sungai menjadi sungay
- gulai menjadi gulay
- pantai menjadi pantay
2. Gabungan vokal /au/ menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[aw] pada kata:
- harimau menjadi harimaw
- limau menjadi limaw
- kalau menjadi kalaw
3. Gabungan vokal / oi / menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[oy] pada kata:
- koboi menjadi koboy
- amboi menjadi amboy
- sepoi menjadi sepoy
Tetapi, ada kata-kata yang menggunakan unsur gabungan tersebut di
atas tetap dibaca sesuai lafal kedua vokalnya.
Contoh: - dinamai tetap dibaca [dinamai]
- bermain tetap dibaca [bermain]
- mau tetap dibaca [mau]
- daun tetap dibaca [daun]
- koin tetap dibaca [koin]
- heroin tetap dibaca [heroin]
Ada juga dalam tata bahasa Indonesia, gabungan konsonan yang
dilafalkan dengan satu bunyi, seperti fonem /kh/, / sy/, ny/, /ng/ dan /nk/.
Meskipun ditulis dengan dua huruf, tetapi dilafalkan satu bunyi, contoh:
khusus , syarat, nyanyi, hangus, bank.
Lafal dan fonem merupakan unsur segmental di dalam bahasa Indonesia.
Selain unsur ini, ada pula unsur lain yang fungsinya berkaitan dengan unsur
suprasegmental, yaitu tekanan, intonasi, dan jeda. Tekanan adalah gejala
yang ditimbulkan akibat adanya pengkhususan dalam pelafalan sebuah
suku kata atau kata. Tekanan adalah bentuk tinggi rendahnya, panjang
pendeknya, atau keras lembutnya suara atau pengucapan. Biasanya kata
yang mengalami tekanan tertentu adalah kata yang dipentingkan.
Tekanan dalam bahasa Indonesia tidak mengubah makna seperti
pada bahasa Batak Toba /bóntar/ artinya putih, dan /bentár/ artinya darah.
Tekanan hanya menunjukkan sesuatu kata atau frasa yang ditonjolkan atau
dipentingkan agar mendapat pemahaman secara khusus bagi pendengar.
Tekanan tertentu pada sebuah kata atau frasa menguatkan maksud
pembicara. Biasanya tekanan didukung oleh ekspresi atau mimik wajah
sebagai bagian dari ciri bahasa lisan.
Contoh penggunaan pola tekanan:
1. Adi membeli novel di toko buku.
(yang membeli novel Adi, bukan orang lain)
2. Adi membeli novel di toko buku.
(Adi membeli novel, bukan membaca)
3. Adi membeli novel di toko buku.
(yang dibeli Adi novel bukan alat tulis)
4. Adi membeli novel di toko buku.
(Adi membeli novel di toko buku bukan di pasar)
Ciri suprasegmental lainnya adalah intonasi. Intonasi ialah tinggi
rendahnya nada dalam pelafalan kalimat. Intonasi lazim dinyatakan dengan
angka (1,2,3,4). Angka 1 melambangkan titinada paling rendah, sedangkan
angka 4 melambangkan titinada paling tinggi. Penggunaan intonasi
menandakan suasana hati penuturnya. Dalam keadaan marah seseorang
sering menyatakan sesuatu dengan intonasi menaik dan meninggi,
sedangkan suasana sedih cenderung berintonasi menurun. Intonasi juga
dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat. Kalimat yang diucapkan
dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat pernyataan, sedangkan
yang diakhiri dengan intonasi menaik umumnya berupa kalimat tanya.
Contoh:
- Mereka sudah pergi.
- Mereka sudah pergi? Kapan?
Berbicara tentang intonasi berarti berbicara juga tentang jeda. Jeda adalah
penghentian atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi,
penggunaan intonasi yang baik dapat ditentukan pula oleh penjedaan
kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam
pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat
pendengar dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan.
Penggunaan jeda yang tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak
dapat dipahami. Dalam bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan.
Pada bahasa tulis jeda ditandai dengan spasi atau dilambangkan dengan
garis miring [/], tanda koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda
hubung [-], atau tanda pisah [--]. Jeda juga dapat memengaruhi pengertian
atau makna kalimat. Perhatikan contoh di bawah ini.
Menurut pemeriksaan dokter Joko Susanto memang sakit
Kalimat ini dapat mengandung pengertian yang berbeda jika jedanya
berubah. Misalnya,
a.       Menurut pemeriksaan / dokter Joko Susanto / memang sakit.
(yang sakit dokter Joko Susanto)
b. Menurut pemeriksaan dokter / Joko Susanto / memang sakit.
(yang memeriksa dokter dan yang sakit ialah Joko Susanto)
c. Menurut pemeriksaan dokter Joko/ Susanto/ memang sakit.
(yang memeriksa bernama dokter Joko, yang sakit Susanto)

Sinonim, Antonim, Homonim, Hiponim, dan Polisemi

Sinonim, Antonim, Homonim, Hiponim, dan Polisemi


 Kata Bersinonim, Berantonim, Berhomonim,
Berhomograf, Berhomofon, Berhiponim, dan Berpolisemi
a. Kata yang Bersinonim
Suatu kata yang mempunyai makna yang sama dan dapat saling menggantikan
disebut dengan sinonim.
Contoh: benar = betul
Contoh dalam kalimat:
- Jawaban Anda benar.
- Jawaban Anda betul.
Kadang ada juga kata-kata yang awalnya bermakna sama, tetapi kemudian
menjadi berbeda makna karena pengaruh makna konotasi yang terkandung
dalam kata itu. Contoh: kata buruh, pegawai, karyawan. Kata-kata jenis ini
termasuk kata bersinonim yang bernuansa.
b. Kata yang Berantonim
Antonim maksudnya adalah kata yang berbeda atau berlawanan
maknanya. Jenis-jenis kata antonim ini dapat dibedakan menjadi berikut
ini.
1) Antonim kembar, yaitu antonim yang melibatkan pertentangan antara
dua kata.
Contoh: hidup >< mati
2) Antonim majemuk, yaitu antonim yang melibatkan pertentangan antara
banyak kata.
Contoh: - Sepatu itu tidak merah.
Oleh karenanya, kalimat itu mencakup pengertian bahwa sepatu itu
putih, sepatu itu cokelat, dan sebagainya.
3) Antonim gradual, yaitu pertentangan dua kata dengan melibatkan
beberapa tingkatan. Contoh: - Rumah itu sederhana.
Contoh kalimat di atas bisa bermakna: tidak mewah dan sangat
sederhana.
4) Antonim hierarkis, yaitu pertentangan antara kata-kata yang maknanya
berada dalam posisi bertingkat.
Contoh: Januari-Februari-Maret, April, dan sebagainya.
5) Antonim relasional, yaitu pertentangan antara dua buah kata yang
kehadirannya saling berhubungan.
Contoh: suami-istri
c. Kata Berhomonim
Kata- kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi memiliki makna
yang berbeda disebut dengan kata berhomonim.
Contoh: - kata genting
Contoh dalam kalimat:
- Karena terjadi kerusuhan, Kota Ambon dalam keadaan genting. (gawat)
- Ayah sedang memperbaiki genting yang bocor. (atap)
d. Kata yang Berhomograf
Kata-kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda
sering dikatakan sebagai kata yang berhomograf.
Contoh: kata apel
Contoh dalam kalimat:
- Adik suka makan buah apel.
- Karyawan itu wajib mengikuti apel pagi.
e. Kata yang Berhomofon
Kata-kata yang cara pelafalannya sama tetapi penulisan dan maknanya
berbeda sering disebut dengan homofon.
Contoh: kata bang
Contoh dalam kalimat:
- Bang Yogi naik sepeda motor.
- Ayah pergi ke bank untuk menyetor tabungan.
f. Kata yang Berhiponim
Kata-kata yang mempunyai hubungan antara makna spesifik dan makna
generik.
Contoh:
- ayam, kucing, kelinci, kuda merupakan hiponim dari hewan
- melati, mawar, anggrek, kenanga merupakan hiponim dari bunga
g. Kata yang Berpolisemi
Dalam bahasa Indonesia, sering dijumpai kata-kata yang menanggung
beban makna yang begitu banyak. Inilah yang disebut polisemi. Misalnya,
kata kepala.
Dari kata kepala ini dapat dijabarkan menjadi berikut ini.
1) Bagian atas suatu benda, contoh: kepala surat.
2) Sebagai kiasan atau ungkapan, contoh: kepala batu.
3) Berarti pemimpin, contoh: kepala negara.

Peyorasi, ameliorasi, perluasan dan penyempitan makna

Peyorasi, Ameliorasi, Perluasan dan Penyempitan Makna


Peyorasi-Ameliorasi dan Perluasan-Penyempitan Makna
Kata yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia seringkali mengalami
perubahan makna, di antara adalah perluasan, penyempitan, peninggian,
perendahan, dan sebagainya.
a. Peyorasi, maksudnya adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya
lebih rendah daripada kata sebelumnya.
Contoh:
- kroni
Kata sebelumnya bermakna sahabat, sedangkan makna baru berarti kawan
dari seorang penjahat.
b. Ameliorasi, yaitu perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih tinggi
daripada asalnya.
Contoh:
- wanita
Kata asalnya lebih rendah daripada perempuan, tetapi makna baru menjadi
lebih tinggi daripada perempuan.
c. Perluasan Makna
Hal ini terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna
asalnya.
Contoh:
kata ibu
Makna asalnya berarti emak, sedangkan makna baru berarti setiap
perempuan dewasa.
d. Penyempitan Makna
Hal ini terjadi apabila makna suatu kata lebih sempit cakupannya daripada
makna asalnya.
Contoh:
kata sarjana
Makna asalnya berarti cendekiawan, sedangkan makna bari berarti gelar
dari lulusan sebuah universitas.
3. Menentukan Makna Asosiasi dan Sinestesia
Selain keempat perubahan makna kata yang telah disebutkan di atas, masih
ada lagi jenis perubahan makna kata yang lain, yaitu sebagai berikut.
a. Asosiasi, yaitu perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat
Contoh:
- kata amplop
Makna kata asalnya berarti tempat untuk memberi uang, sedangkan makna
baru berarti suap.
b. Sinestesia, yaitu perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan
antara dua indra yang berlainan.
Contoh:
- berwajah manis
Makna asalnya berarti indra perasa, sedangkan makna baru berarti indra
penglihatan.

Makna leksikal dan makna gramatikal

Makna Leksikal dan Makna Gramatikal


 Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang bersifat tetap. Oleh karena itu, makna
ini sering disebut dengan makna yang sesuai dengan kamus.
Contoh:
Makan kambing sapi
Minum buku pensil
 Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang berubah-ubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Kata ini sudah mengalami proses gramatikalisasi, baik pengimbuhan,
pengulangan, ataupun pemajemukan
Contoh:
Berlari = melakukan aktivitas
Bersedih = dalam keadaan
Bertiga = kumpulan
Berpegangan = saling